Lihat Cepat

Kamis, 30 Juli 2020

SUATU MALAM DI MUZDALIFAH


Jelang maghrib kami beranjak meninggalkan Arafah. Bukan iring-iringan yang pertama, namun tergolong awal. Matahari masih terlihat penuh meski mulai tergelincir di ufuk barat. Jalanan belum padat. Bus terus merangkak dengan kecepatan standar menuju Muzdalifah. Jika perjalanan lancar, sekitar Maghrib kami sampai di sana.

Benar saja, saat bus berhenti, kami melihat hamparan gurun nan luas, sayup-sayup terdengan kumandang adzan maghrib. Inilah Muzdalifah, guman saya dengan penuh kekaguman. Padang yang luas seolah tak berbatas. Ribuan lampu menyala di sana-sini. Kami harus bermalam di sini. Beratapkan langit, beralaskan permukaan bumi. Ya, kami harus berkemah tanpa tenda di sini.

Begitu bus berhenti, kami bergegas mencari tempat yang nyaman. Beberapa lokasi ada yang dihamparkan karpet, lebih banyak lagi lainnya cuma beralaskan aspal. Kami memilih lokasi yang dekat dengan jalan raya arah menuju Mina. Harapannya, ketika esok dini hari kami harus menuju Mina aksesnya lebih mudah.


Setelah menjalankan shalat maghrib dan isya, selanjutnya kami harus mengumpulkan batu kerikil. Suasana saat itu sungguh-sungguh mengesankan. Jutaan orang dari berbagai belahan dunia berkumpul. Tidur dalam satu area, memandangi langit yang sama diantara lantunan doa. Syahdu sekali rasanya.

Ketua rombongan dan ketua regu berkali-kali mengingatkan agar kami segera istirahat karena harus bangun dini hari untuk menuju Mina. Kami mengatur waktu dan hemat tenaga. Sekitar pukul sembilan waktu Arab Saudi kami berusaha segera tidur. Diantara jama’ah yang terus berdatangan kami berusaha untuk benar-benar tidur.

Senyatanya, tidur sambil memandangi langit dengan jutaan bintang tidaklah mudah. Tiba-tiba saja segera berseliweran berbagai rasa. Timbul rasa teramat kecil diantara makhluk ciptaan Allah. Muncul rasa betapapun besar kekuasaan kita di dunia, di tempat ini harus rela tidur beralaskan aspal atau bahkan tanah. Tiba-tiba kami merasa apa yang kami miliki di dunia, sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan kekayaan dan kekuasaan Allah. Lalu kami kemudian merasa bahwa selama ini demikian angkuh dan sombong dalam menjalani kehidupan, karena berperan seolah sebagai sosok yang paling hebat.

Tiba-tiba kami terjerembab dalam kesadaran bahwa nikmat dan karinia Allah demikian besar. Ia tak pernah menghukum makhluknya sekalipun ia lalai. Ia selalu menyediakan ampunan ketika makhluknya melakukan kesalahan dan berbuat dosa. Dalam kesadaran itu, tiba-tiba tak terasa air mata meleleh membasahi pipi.

Malam ini…di Muzdalifah, jauh berbeda dengan malam-malam tahun-tahun sebelumnya. Allah menguji ummatnya dengan Covid-19. Allah menunjukkan kekuasaan-Nya kepada ummat manusia bukan dengan bencana dahsyat seperti tsunami, gempa atau badai. Ia justru menunjukkan kebersaran-Nya dengan menciptakan mahkluk yang amat kecil yang tak terlihat namun dampaknya terasa nyata bagi ummat seluruh dunia. Pandemi Korona (Covid-19) menyebabkan ibadah haji dibatasi. Jama’ah calon haji dari Indonesia dan banyak negara lainnya ditunda pelaksanaan. Muzdalifah yang biasanya pada malam seperti saat ini penuh sesak dengan jutaan manusia, kini lengang.

Malam ini di Muzdalifah, hanya ribuan lampu yang terus menghiasi malam menjadikannya sebagai kota yang bermandikan cahaya. Meski demikian, Muzdalifah akan terus menjadi impian setiap umat muslim untuk bisa bermalam di sana. Suatu saat. Juga saya. (Pgm_20)

Senin, 20 Juli 2020

REFLEKSI (PERTEMUAN I : KELAS XII MIPA/IPS)


              Coba deh dihitung, berapa kali dalam sehari kalian ngaca di depan cermin? Tak banyak yang bisa menghitung dengan pasti. Namun pastinya lebih dari sekali-dua kali sesaat setelah bangun tidur. Kenapa kita hampir setiap hari berkaca? Yess..ada banyak alasan. Pertama dan utama adalah ingin memastikan bahwa wajah kita kelihatan fresh saat bertemu dengan orang lain. Kedua, ingin memastikan tak ada sisa makanan atau minuman yang masih nempel di area wajah. Ketiga, memastikan bahwa wajah kita ‘baik-baik’ saja. Nggak ada bagian yang bertambah atau berkurang.
                Aktifitas ‘ngaca’ nampaknya sepele, namun kental dengan nilai filosofi. Pertama, mengaca diri memiliki makna filosofi bahwa kita harus selalu melihat diri kita secara jujur. Biasanya sih, orang senengnya jika mengamati orang lain, terus memberikan justifikasi atau penilaian tentang baik buruk orang lain. Nah, dengan mengaca tentunya mengajak pada diri kita untuk menilai diri sendiri sudah sebaik apa kita menjalani kehidupan. Sudah sebaik apa kita bersikap kepada orang tua kita. Sudah sebaik apa kita memperlakukan bapak ibu guru kita. Sudah sebaik apa kita menjaga amanah teman dan sahabat-sahabat kita. Atau kalau mau lebih religius…sudah sebaik apa kita mengekspresikan rasa syukur atas segala nikmat Allah yang selama ini kita nikmati. Shalat yang baik. Suka berderma dan menolong orang lain. Atau, jangan-jangan selama ini malah lupa bahwa Allah begitu menyayangi kita?!

                Berikutnya, saat kita ngaca di depan cermin pasti kita akan menemukan gambaran diri kita secara berkebalikan (negatif). Tangan kanan kita, di dalam cermin akan menjadi tangan kiri. Telinga kanan akan menjadi telinga kiri, dan seterusnya. Hal ini sejatinya mengingatkan kepada kita agar kita tidak terlalu pede, terlalu yakin, bahwa apa yang baik bagi kita pasti baik juga bagi orang lain. Bisa jadi apa yang kita pikirkan berkebalikan dengan yang dipikirkan orang lain. Maka, penting dalam kehidupan kita untuk mau mendengar pendapat atau pandangan yang mungkin berseberangan dengan pendapat kita. Kemampuan untuk mendengar dan mengapresiasi pendapat yang berseberangan dengan kita merupakan gambaran kedewasaan seseorang.
                Terpenting dari aktifitas ngaca adalah meneladani filososi sang cermin. Cermin akan selalu bersikap jujur. Ia akan menampakkan sosok sesuai aslinya. Tidak ada cermin yang bisa menghasilkan wajah berbeda saat digunakan satu orang dengan orang lainnya. Jika yang bercermin buruk, maka ia akan menunjukkan hal buruk itu pada penggunanya. Jika yang bercermin berwajah ngganteng/cantik, maka ia pun akan menampakkan kecantikan di sana. Ia mewaliki karakter yang jujur dalam segala situasi dan kondisi. Nah, dalam hal ini kadang-kadang kita kalah. Seorang siswa menjadi tidak jujur karena takut nilai ulangan akan buruk. Seseorang rela berbohong karena kebetulan yang melakukan kesalahan sahabat dekatnya, dll.
                Aktifitas ngaca memang tak kan mungkin terhindarkan dalam kesaharian kita. Namun mari kita juga belajar dari filososi ‘bercermin’ alias ngaca ini. Pastikan saat kita berada di depan cermin menyadari bahwa kita sedang diberi kesempatan untuk ber-refleksi diri. Jangan terlalu fokus pada kekurang sempurnaan yang ada dalam diri kita. Tetapi fokuslah, berfikirlah apa-apa yang bisa kita maksimalkan dari diri kita ini. Setiap manusia diciptakan dengan segala kelebihan yang berbeda-beda. Jangan lagi selalu berfikir bahwa saya tidak bisa melakukan ini.., itu…,tapi berfikirlah bahwa jika mereka bisa, saya yakin saya juga bisa. Jikapun akhirnya kita memang tidak bisa seperti mereka, maka yakinlah Allah menciptakan kita dengan kelebihan yang berbeda dengan mereka., dan tugas kitalah untuk menemukan kelebihan diri kita itu.
                Maka, mumpung usia masih remaja, jangan lelah untuk terus belajar. Jangan bosan untuk berkarya, dan jangan takut untuk mencoba. Sebab jika kita melakukan tiga hal itu dikala usia sudah tua, maka akan semakin berat beban kita dan semakin banyak potensi gagalnya.
                Selamat berjuang, untuk kehidupan yang lebih baik. Pgm with love J

Minggu, 19 Juli 2020

Kenalan Yuks (Pertemuan I kelas X MIPA/IPS)













Strategi Pembelajaran Daring










Buka chrome atau mozilla, lalu ketikkan Google.com pada baris alamat. Ini adalah langkah standar jika kita tak cukup hafal dengan alamat web yang akan kita cari.
Selajutnya dari baris browser (pencarian) ketikkan teks Google Classroom. Pilih classrom google.com.
Kita akan diminta login menggunakan akun email. Silakan ketikkan akun email dan password.
Jika user ID dan Password benar, kita akan mendapat akses menuju Google Classroom.
Perhatikan sisi kanan atas ada tanda plus ( + ). Itu adalah icon untuk memilih dua kemungkinan yaitu gabung ke kelas (jika kita bertindak sebagai siswa) dan buat kelas jika kita sebagai guru.



Langkah selanjutnya, klik tanda persetujuan layanan. Kita akan diminta mengisi format kelas yang akan kita buat. Misalnya Nama Kelas : X IPS 1, Bagian : 2020/2021, Mata Pelajaran : SENI BUDAYA, Ruang : STUDIO SENI
Jika sudah lengkap, lanjut klik Buat.  Maka kita akan mendapatkan kode kelas yang nantinya akan kita bagikan kepada siswa yang masuk dalam kelas tersebut. Pada contoh di atas kode kelas X IPS 1 adalah xnurjsr. 
Bagi siswa yang akan bergabung, maka mereka pilih Gabung ke Kelas, lalu masukkan kode kelas.


Ada apa saja fasilitas/menu yang ada dalam kelas?
1. Forum; tempat untuk share informasi, diskusi, atau sekedar membagi status
2. Tugas Kelas : tempat bagi guru untuk memposting tugas, baik secara langsung melalui teks, bisa juga share link Google Form
3. Anggota; adalah menu untuk menampilkan, menambah/memasukkan, dan menghapus anggota. Keanggotaan kelas bisa karena siswa bergabung, bisa juga karena diundang oleh guru. Jika guru yang aktif, maka guru harus memiliki daftar email siswa dalam kelas tersebut dan memasukkannya satu per satu melalui ikon gambar kepala dan + di sebelah kanan Siswa. Guru juga bisa mengundang guru lain/mitra bergabung dalam grup kelas agar guru dimaksud dapat mengajar di kelas yang sama jika jadwalnya tidak bersamaan. Fasilitas ini juga memungkinkan seorang guru bisa digantikan guru lain dalam mengajar jika guru utama berhalangan. 



Langkah awalnya sama dengan G-Class
Buka jendela browser, ketikkan Gmail
Silakan login ke gmail dengan menggunakan user name dan password yang kalian punya.


Selanjutnya akan terbuka jendela gmail.
Perhatikan pada sisi kanan agak ke bawah. Di sana ada tambahan fitur Mulai Rapat dan Gabung ke Rapat. Jika kita bertindak sebagai guru maka kita pilih mulai rapat. Sedangkan siswa akan memilih Gabung ke Rapat (tentunya setelah mendapat informasi kode join/bergabung dengan rapat/pembelajaran).
Tunggu beberapa saat, sistem akan menyiapkan forum untuk meeting. Kita diberi pilihan untuk menghidupkan kamera dan audio apa tidak. Jika ingin menghemat paket data, mungkin pilihan mematikan kamera lebih baik. Forum rapat hanya menggunakan audio dan teks/tulisan.
Ada dua cara mengundang siswa ke dalam forum pembelajaran, yaitu dengan membagi link ke siswa (bisa melalui WAG), atau mengundang siswa untuk bergabung (dengan catatan kita punya alamat email siswa) 

Pada saat rapat berlangsung, kita bisa mengaktifkan video, audio, dan teks sekaligus. Kita juga bisa menampilkan layar presentasi ke dalam google meet.
Siapkan terlebih dahulu materi yang akan dipresentaskan/ditayangkan. Dari menu Google Meet, pilih Presentasikan Sekarang. Nah, di layar akan muncul beberapa jendela yang aktif. Silakan klik salah satu yang akan dipresentasikan. Otomatis layar akan menayangkan presentasi kita.

untuk mengakhiri presentasi, pilih/klik Stop Sharing

Untuk mengakhiri diskusi dengan Google Meet, klik tanda (x), Close
Selamat mencoba, semoga bermanfaat.





Minggu, 01 September 2019

https://youtu.be/pdnh-B8J2oI
18 Hari yang sangat bermakna
Pasukan Pleton Inti (PPI) SMAN 1 Imogiri "Bhuwana Traya" mungkin nggak sehebat Paskibra Kab//Prov atau (apalagi) Nasional. Namun tetap saja bagi saya mereka adalah anak-anak yang hebat.
Jika Paskib tingkat Kab/Prov/Nas melalui seleksi yang ketat diantara ratusan atau ribuan calon yang antusias, maka PPI SMAN 1 Imogiri adalah hasil 'seleksi' dari siswa baru yang rata-rata mereka 'terdampar' di sekolah ini karena tidak lolos seleksi di sekolah lain.
Kata sakti yang sering saya lontarkan adalah; berusahalah sungguh-sungguh dalam mengikuti seleksi, sebab jika kalian main-main, maka suatu ketika akan merasakan betapa sedihnya tersingkir dari proses seleksi. Seringkali juga saya sampaikan : menjadi anggota PPI bisa jadi adalah satu-satunya kesempatan seumur hidup kalian untuk menjadi pengibar bendera merah putih di tengah ribuan massa, jadi berusahalah untuk lolos seleksi.
Anggota PPI yang lolos seleksi selanjutnya dilatih oleh Dewan Tonti, yaitu Purna PPI (atau PPI angkatan sebelunya) selama semingu, dan dua minggu kemudian bekerja sama dengan Alumni termuda, Polsek dan Koramil untuk persiapan pengibaran HUT RI. Praktis mereka hanya berlatih selama 3 minggu atau sekitar 18 hari. Siap nggak siap, tanggal 17 Agustus harus tampil.
Latihan yang maraton kadang membuat saya merasa iba. Beberapa peserta ada yang sering tumbang juga menimbulkan polemik tersendiri. Tahun ini, bahkan menggerakkan Bu Camat dan Pak Kapolsek untuk datang ke sekolah mengingatkan agar mengganti siswa yang sering sakit/pingsan. Saya sampaikan problematikanya, anaknya terlalu bersemangat, tidak mau diganti. Sebagai pendidik, kami tidak bisa memaksa anak untuk ikut, namun juga tidak bisa mengganti begitu saja jika bukan karena kehendak anak/orang tua ybs.
Tekanan dari luar memaksa saya untuk memberi ultimatum kepada siswa yang sering sakit. Kalau kalian sering sakit, sebaiknya mundur saja. Atau, kalau tidak mau mundur, bapak tidak menjamin kalian bisa ikut di hari H pengibaran.
Alhamdulillah hari-hari berikutnya peserta yang tumbang berkurang. Meski masih ada yang menjalani perawatan di tenda PMI, umumnya hanya beberapa menit. Setelah membaik, langsung bergabung ikut latihan lagi.
Setiap kali anak-anak PPI berhasil menjalankan tugas mereka, rasa haru menyelinap dalam hati. Delapan belas hari yang lalu, mereka masih berseragam SMP. Dan... hari ini mereka telah mempersembahkan prestasi yang luar biasa, yakni menjalankan tugas negara, mengibarkan sang merah putih dengan penuh kesungguhan dan khidmat.

Jadi, tumpahkan tangismu, jika itu mengekspresikan keharuan atas perjalanan panjang perjuanganmu untuk mewujudkan mimpi  @pengibaran bendera HUT Ke-74 RI, 2019 PPI Bhuwana Traya SMAN 1 Imogiri

Senin, 08 Maret 2010

PERCIKAN HATI

HIDUP ITU PENUH PERJUANGAN
Bulan ini adalah masa-masa penuh keprihatinan bagi para siswa, khususnya kelas XII. Betapa tidak, pada minggu terakhir bulan Maret ini mereka harus berjuang keras untuk dapat lolos dari lubang jarum yang bernama UN alias ujian nasional. Meski pro dan kontra tentang UN terus bergulir, suka tidak suka, mau tidak mau, yang namanya ujian mesti harus dilakoni jika ingin menjadi manusia yang kualitasnya lebih baik dari hari kemarin.
Yang harus menjadi catatan sesungguhnya bukan sekedar hasil (lulus atau tidak lulus dalam UN), namun lebih pada bagaimana proses ‘lulus ujian’ itu dilalui. Jika kita menitikberatkan pada ‘hasil’, maka bisa saja kita menghalalkan segala macam cara demi predikat ’lulus’ itu. Akibatnya outputnya pun tak memiliki kualitas yang handal. Namun jika kita menghargai proses, bukan tak mungkin yang kita peroleh lebih dari sekedar lulus ujian. Sebab mereka akan menjadi manusia yang berkepribadian dan berkarakter, serta menghargai proses.
Sayangnya, tak banyak siswa yang memiliki kesadaran ini. Pada umumnya mereka mau enaknya sendiri. Kebanyakan siswa malas belajar namun ingin mendapat nilai bagus dan lulus. Program uji coba ujian nasional yang diselenggarakan oleh sekolah maupun pemerintah dengan biaya yang besar tidak ditanggapi secara serius. Sehingga bukan hal aneh jika siswa mengerjakan soal secara cepat, asal selesai, bahkan “menikmati tidur siang” disaat pengawas berusaha keras menahan kantuknya. Siswa tipe ini, kalaupun nantinya lulus UN biasanya tak mengenal rasa syukur.
Kita harus acungi jempol kepada para siswa yang tetap gigih untuk berjuang agar dapat lulus UN. Kita harus senantiasa menamkan pada siswa bahwa pada akhirnya nanti, mereka yang gigih berjuanglah yang akan memetik madu keberhasilan. Mungkin sekali saat pengumuman kelulusan,-dan ini menjadi harapan kita bersama-, baik yang rajin maupun yang malas akan lulus UN, namun ketika mereka kemudian dihadapkan pada kehidupan yang sesungguhnya di masyarakat atau di dunia kerja, maka akan terlihat nyata perbedaan kualitas diantara keduanya. Kenyataan akan membuktikan bahwa manusia yang mampu menjalani proses dengan gigih akan lebih berhasil dibandingkan mereka yang memiliki mental menerabas dan cari enaknya sendiri.
Untuk itulah, mari kita tumbuhkan kesadaran pada diri kita sendiri untuk selalu gigih dalam memperjuangkan cita-cita. Betapapun beratnya, sebuah proses harus diikuti dengan tabah. Kita dapat belajar dari proses terjadinya kupu-kupu. Untuk bisa menjadi kupu-kupu yang indah dan memikat, ia harus menjalani proses yang begitu berat. Ia mulai kehidupan sebagai ulat dengan makanan dedaunan. Pada proses selanjutnya ia harus menjalani’karantina’ dalam kepompong dan berpuasa. Akhirnya ia akan lahir menjadi kupu-kupu yang indah, makanannya tak lagi daun melainkan madu.
Dengan menganalogikan proses terjadinya kupu-kupu, maka sebenarnya para siswa sedang berada dalam ‘karantina kepompong’ yang bernama ‘sekolah’. Jika ia dapat bertahan mengikuti aturan main di sekolah, serta berpuasa dalam arti menahan diri untuk hal-hal yang kurang bermanfaat, maka sesungguhnya lulus UN dan ujian-ujian lain di sekolah ini bukanlah perkara susah.
Kini saatnya kita saling introspeksi. Jika kita selalu menjalani setiap proses pembelajaran dengan baik, maka akhir tahun pembelajaran ini tak perlu khawatir, sebab kata ‘lulus’ itu demikian dekatnya dengan kita. Namun, jika selama ini kita mengabaikan proses pembelajaran yang berlangsung, maka beberapa hari terakhir ini kita sungguh-sungguh harus bekerja keras untuk meraih sebuah kata yang amat kita inginkan yaitu : l u l u s!(pgm’10)