Lihat Cepat

Jumat, 02 Januari 2009

Tahun Baru, Semangat Baru, Konsep Baru, Apa Iya?

Tahun baru 2010 akan segera tiba. Kadang-kadang orang terpukau menyambut datangnya detik-detik di awal tahun. Kadang-kadang karenanya mereka nggak mau tidur sampai pukul 00.00. Aku sih, memilih berselancar di dunia "maya" alias tidur sesuai jadwal tidurku.
Kenapa?
Ya simple aja. Di tahun baru...yang penting itu nunggu pukul nol-nolnya atau lahirnya 'ideologi', semangat, dan konsep baru dalam menapaki kehidupan?! Kalau aku sih lebih memilih yang 'kedua'. Nggak ada istimewanya pukul nol-nol di pergantian tahun. Paling-paling : macet di jalanan, bising, dan capek. Mending kalau nggak ada 'trouble' di jalan seperti : accident, ban bocor, atau malah kecopetan... Nah?!
Jadi, bagiku tahun baru kalaupun itu dianggap sebagai momentum, yah...mestinya yang orientasinya pada peningkatan kualitas kehidupan kita (?, caelaaaaah).
Kalau dikaitkan dengan profesi kita sebagai guru (kalau kebetulan anda bukan guru, sorry deh), ya...bagaimana trik-trik kita membuat siswa kita pada UN 2010 nanti bisa lolos semua dari jaring-jaring 'maut'.
Kalau konsepku sih sederhana. Begini !
1. Tanamkan pada siswa bahwa ujian harus dihadapi dengan muka tegak dan nggak perlu nervous. Bukankah ketika ujian tiba, itu berarti kita akan naik tingkat. Jadi mestinya kita justru menyambut ujian akhir dengan segala suka cita. Aku paling nggak suka jika orang-orang memandang UN sebagai seremoni yang sakral. Bupati bingung. Kadinas PK bingung, guru bingung. Ortu siswa bingung. Siswa? super bingung dan kalut. Dalam kondisi seperti ini nggak akan bisa berfikir secara cemerlang. So...mestinya kita colling down aja. Tenang nak...senyum nak, ujian akan menyambut kedewasaan kalian, begitulah...
2. Mintalah siswa untuk melakukan analisis SWOT terhadap dirinya sendiri berdasarkan hasil tes uji coba. Kita nggak perlu pasang target nilai terlalu tinggi. Kita hanya perlu target nilai lulus (dengan nilai minimum sekalipun). Jika batas kelulusan itu 4,50 ya nggak perlulah kita memaksa-maksa siswa agar dapat nilai 9 atau 10. Pastilah setiap dari 4 mapel yang diujikan ada yang telah memperoleh nilai lulus dan ada yang belum. Nah, mapel yang belum mencapai nilai lulus harus digenjot hingga mencapai nilai lulus. Sekali lagi, nggak perlu ngoyo, asal lulus saja, waton lulus! Lha wong di 'sono'-nya nanti (maksudku di SPMB / UMPT) nilai UN nggak diperhitungkan. Di dunia kerja juga nggak ditanya-tanya. Apalagi di KUA nanti...?!
Maaf, anda keliru jika menilai aku nggak concern terhadap kualitas pendidikan. Bagiku, kualitas pendidikan tidak diukur dari hasil UN. Kualitas pendidikan itu dihasilkan dari 3 tahun pendidikan di sekolah itu yang dikelola dengan sungguh-sungguh dan tidak bisa diukur 'hanya' dengan 50 butir soal pilihan ganda dengan waktu 2 jam. Kualitas itu menyangkut aspek kognitif, psikomotorik, afektif dan juga spiritual. Coba aja amati hasil UN secara nasional. Tidak satupun sekolah yang secara kontinyu memiliki prestasi UN yang tinggi. Bahkan, seringkali sekolah-sekolah yang tidak diperhitungkan sama sekali, tiba-tiba muncul sebagi sekolah dengan nilai UN terbaik se Indonesia. Nggak perlu kaget. Itu adalah konsekuensi dari model ujian pilihan ganda, di mana kecerdasan peserta tes berpeluang sama dengan 'keberuntungan' peserta tes. Dan naifnya nih.... peserta tes yang tidak lulus menjadi terpojok. Dicap tidak berhasil, bodoh. Sekolahnya itu menanggung 'dosa'. Kepala sekolah, guru, dan karyawannya juga kecipratan...'dosa'...wah-wah...
3. Di akhir semester, ada baiknya siswa kelas XII didata secara pasti menjadi 3 kelompok. Yaitu : 1) kelompok yang akan melanjutkan ke PT, 2) kelompok yang mau kerja dulu baru kuliah, dan 3) kelompok yang mau nikah dulu, bekerja lalu kuliah. Terhadap tiga kelompok ini sekolah memberikan perlakuan yang berbeda. Selama 4 - 5 bulan masih lumayan cukup untuk mempersiapkan mereka belajar materi-materi UMPT bagi yang mau kuliah. Bagi yang mau kerja, kita siapkan keterampilan yang berhubungan dengan cara=cara memperoleh pekerjaan spt: membuat surat lamaran, trik wawancara, tes skolastik, dll. Kita bekali mereka dengan keterampilan vokasional melalui kursus singkat : fotografi, sablon, jahit, batik sebagai modal wirausaha. Yang mau nikah dulu? Ya kita ajarkan mereka bagaimana mengelola rumah tangga dengan baik, mendidik anak, berwirausaha di rumah, dll
Jadi?
Kesimpulannya....kita cuma perlu nilai lulus untuk bisa lolos UN, nggak perlu target terlalu tinggi. Akan sedih rasanya ketika kita bisa meluluskan siswa kita dengan nilai 9 - 10, tetapi menemukan mereka meratapi hari-harinya dengan berpangku tangan karena kuliah tidak, bekerja tidak, cari pendamping pun susah!
Bukankah ini baru permulaan di tahun 2010?